I’m Not Mr. Perfect

I’m Not Mr. Perfect
       Mitha Juniar

Zemmy, begitu biasanya mereka memanggilku. Cowok ganteng, pinter, kapten basket, ketua OSIS, anak donator sekolah, dan BBB (Bermobil, Behel, BBan) . Siapa sih yang menolak aku dekati ? Aku rasa hanya orang bodoh, benar bukan ?
Tapi tak jarang kata-kata penghinaan – bagiku, sering terdengar dari para cewek kutu buku, sejenis Irma dan kawan-kawan. “Percuma semua itu kamu punya, kalau sombongnya sampai keubun-ubun.” Ah, bukan Zemmy namanya kalau mengambil pusing kata-kata itu. Aku masa bodoh saja, kata anak muda zaman sekarang “stay cool brada.” Lagipula, kalau dihitung tentu lebih banyak yang suka padaku ketimbang yang sependapat dengan kutu buku itu.
“Hai, Zemmy … “ Ah, rasanya dunia ini milikku pribadi saat siswi-siswi di sekolah acap kali menyapaku seperti itu.
Sudah tentu aku tak perlu menjawab, cukup tersenyum semanis saja pasti mereka sudah “meleleh melihatnya.
            Tapi, meskipun aku Zemmy si Mr. Perfect tetap saja aku manusia biasa. Aku juga punya masalah dalam kehidupanku, broken home. Harta orang tua yang berlimpah sebenarnya tak mampu membuatku bahagia jika tanpa kasih sayang keduanya. Tapi apa ? Yang ku dengar setiap hari hanyalah suara ribut kedua orangtuaku. Kalau sudah begitu, aku yang super cuek akan berubah 1800 menjadi tak ubahnya anak yang tolol dan lugu. Tak jarang air mata perih itu membanjiri pipiku. Hanya BB keluaran terbaru dengan harga super mahal ini lah yang selalu menemaniku. Dan disanalah aku mendapatkan teman curhat, sebenarnya aku tak suka cengeng dan tukang curhat seperti ini tapi tak apalah secara aku tak pernah bertemu dengan tong sampah – tempat curhatku itu.
“Aku sedih.” Kataku mulai curhat pada miss Curhat yang tak tau keberadaannya dan siapa sebenarnya dia .
“Orang tuamu lagi ?” Balasnya.
“Tak usah kau tanyakan, aku yakin kau tau.” Jawabku.
“Selalu seperti itu, kamu tuh nggak bisa ya lembut sedikit ?”
“Ya, maaf. Jadi bagaimana?” Tanyaku.
Ia menjelaskan beberapa cara untuk menghadapi masalahku saat ini, “Mungkin masalah orang tuamu hanya mereka yang tau jalan terbaiknya, tapi kamu jangan lupa berdo’a pada Tuhan agar keluargamu diberikan jalan keluar yang terbaik.” Lanjutnya.
Entah kenapa, setiap kata yang diketiknya seolah embun pagi yang menyejukan hati.
*****
            Dirumah memang aku Zemmy si pecundang, tapi kalau sudah sampai sekolah aku tetap Zemmy si Mr Perfect – kataku. Dirumah memang kasih sayang itu tak kudapatkan tapi disekolah aku dapat itu dari para penggemarku. Mungkin itu yang membuat aku sedikit besar kepala, hingga beberapa dari mereka menilai aku arrogant.
Braaaakkkkkk …. !!!
Tiba-tiba seorang siswi yang sedang membawa segelas jus alpukat menabrakku cukup keras.
“Hei ! Kalau jalan tuh pakai mata dong.” Kataku dengan kesal karena baju seragamku penuh dengan tumpahan jus yang dibawanya tadi.
“Setahuku jalan itu pakai kaki, Zemmy Irawan Disastranegara yang terhormat.” Katanya seakan menantang kearahku.
Tentu aku tak terima diperlakukan seperti itu oleh gadis cupu macamnya itu.
“Oke, besok aku belikan mata untuk kakimu itu. Supaya kalau jalan nggak seradak seruduk.” Aku masih sibuk dengan baju seragamku yang kotor dan lengket.
Siswi itu tak menjawab apa pun, bahkan kata “maaf” pun tak ku dengar dari mulutnya.
*****
            Hari ini, rasanya aku malas pulang kerumah. Karena biasanya kalau hari Sabtu sore pasti laki-laki dan perempuan dirumah itu akan bertengkar kalau bertemu. Sesak rasanya aku menyaksikan  itu semua. Untungnya teman-temanku menyetujui untuk latihan basket sore ini di sekolah. Sedang asik-asiknya bermain tiba-tiba bola yang kulempar melayang jauh kearah seorang siswi.
Plaaakkkk …. Bola basket itu sukses mendarat diatas kepalanya.
Tentulah siswi itu seketika menjadi bahan tertawaan satu lapangan. Aku pun tak kuasa menahan tawaku, padahal itu adalah salahku. Tak tanggung-tanggung dua tamparan melayang di pipiku.
“Kamu lagi.” Katanya terlihat geram padaku.
Aku hanya tertawa puas melihatnya.
“Kamu tuh memang nggak pernah diajari oleh orangtuamu ya? Aku tau kamu anak broken home, tapi seenggaknya kamu belajar sopan santun dari sekolah dong Zem. Kamu benar-benar berbeda dari Zem yang aku kenal.Aku lebih suka Zem yang lemah lembut meskipun ia harus jadi seorang pecundang” Kata-katanya membuat tawaku terhenti.
Apa maksudnya ? Kenapa ia tau semua tentang aku dan keluargaku? Aku segera menarik tangannya dan menjauh dari siswa-siswi lainnya.
“Apa maksud kata-katamu tadi? Siapa kamu, berani bilang begitu, hah ?” Tanyaku penasaran dan takut kalau semua orang dilapangan tahu tentang masalahku.
Ia tak menjawab, dikeluarkannya BB miliknya dan menunjukan seseuatu yang membuatku tercengang.
“Jadi … selama ini yang jadi tong sampah aku itu, kamu ?” Tanyaku tak percaya.
Ia hanya mengangguk.
“Kenapa kamu nggak bilang ?” lanjutku.
“Untuk apa? Kamu juga nggak pernah tanya soal aku kan? Apa aku harus membeberkan siapa aku sementara kamu nggak membutuhkannya, begitu ?” Jawabnya dengan nada tinggi.
Aku terdiam. Saat ini siswi yang ada dihadapanku adalah satu-satunya orang yang tau akan kehidupan dan isi hatiku. Gugup rasanya harus berhadanpan dengannya.
“Zem, kamu nggak bisa seperti ini terus. Kamu bukan malaikat Zem, kamu butuh support mereka, bukan cuma fans yang bisa membuat kamu berfikiran telah mendapat semuanya.” Kata-katanya mulai melemah tapi menyegarkan bagai embun, seperti yang aku bilang sebelumnya.
Aku tertunduk lemah, bingung harus berkata apa. Sepertinya ia tahu kalau semua uneg-uneg dan kekesalanku selalu ku limpahkan di sekolah. Dengan kesombongan yang aku miliki serta kemauanku harus selalu dituruti oleh teman-temanku, itu sudah suatu ketidak adilan untuk mereka.
“Semua salah orang tuaku.” Kataku penuh dendam.
“Tidak, itu bukan salah siapa-siapa Zem. Hanya kamu yang harus merubah semua sikapmu itu.” Ia merangkul pundakku, seakan semua nyaman di dekapannya.
Aku menghela nafas, “Entahlah, bisa atau tidak.”
“Asal kamu benar-benar berniat pasti bisa Zem. Ayo Zemmy, kamu pasti bisa!” Senyumnya seakan mencharge semangatku.
Mulai saat itu, kau belajar agar bisa menjadi Zemmy yang disenangi warga sekolah. Ternyata menjadi Zemmy yang seperti ini lebih nyaman dibanding Zemmy yang dulu, Zemmy si arrogant , Zemmy si pecundang atau Zemmy si mr. Perfect.
Aku yang sekarang adalah aku, Zemmy Irawan Disastranegara.
Tapi ada yang membuatku tersentak, sejak kejadian aku dan siswi itu di lapangan basket, aku tak pernah melihatnya lagi disekitar sekolah. Bahkan di BBM pun ia tak pernah muncul, kalau di search pin id-nya tak pernah kutemukan lagi. Kemana sebenarnya gadis itu ? Apa dia benar-benar malaikat yang dikirim Tuhan untuk menyadarkan langkahku yang salah? Dan kini ia sudah dipulangkan ke Surga .


Kandang Sastra, Jakarta

Komentar

  1. salam kenal yah.
    tulisanmu bagus-bagus. ^.^

    BalasHapus
  2. maaf aku baru buka blognya, terima kasih ya....
    suka menulis juga???

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hati-hati! Anakku Galak Buk, Hikkksss

Pacaran?

Giveaway #diatasWaktuAkuMenemukamu