Postingan

Menampilkan postingan dari Januari, 2012

Di Balik Metropolitan

Di Balik Metropolitan Oleh Juniarmitha Jakarta, oh Jakarta. Nggak seperti yang saya bayangkan. Kalau nggak kuat-kuat banget hidup disini (baca : Jakarta) mending nggak usah deh. Syukur-syukur kalau imannya kuat, kita bisa narik orang untuk kembali ke jalan yang benar. Lhaa… kalau ternyata justru kita yang tertarik ke dunia kelam mereka? Astaghfirullah. Meskipun memang ada sedikit hikmah sih, karena tinggal di Jakarta saya bisa jadi seorang ‘perempuan’. Eitss… jangan berpikiran kalau saya ini perempuan jadi-jadian ya. Saya perempuan tulen len len. Maksud saya dulu sewaktu masih tinggal di kampung, saya itu cuma seorang ‘anak perempuan’. Nah, kini semua berbeda. Kerasnya kehidupan di kota metromini eh… metropolitan maksudnya, sudah membuat saya berubah. Untungnya berubah ke arah yang lebih baik. Kenapa saya bilang begitu? Karena pada kenyataannya banyak bahkan sangat banyak yang berubah ke arah tidak baik. Disini saya cuma ingin merunut apa saja sih masalah yang terdapat di Jakarta. Bu

Engki Sayang, Engki Malang

Engki Sayang, Engki Malang Oleh Juniarmitha Suara nyaring petasan itu mulai terdengar di kampungku, tepat setelah aku dan masyarakat lainnya pulang dari masjid usai menjalankan ibadah sholat Idul Fitri. Langkah kaki seakan tak ingin langsung sampai di rumah, setiap liku jalan dan rumah yang dilewati selalu saja membuat kami mampir untuk bermaaf-maafan atau sekedar mencicip kue khas lebaran. Nastar, putri salju, kue keju, rengginang, dodol, uli dan sirup sudah menjadi hidangan kebiasaan saat lebaran di kampungku. Mataku terpana ketika melihat sosok laki-laki paruh baya yang sudah bersiap dengan korek api ditangannya. Pakaian sholatnya masih lengkap, kain sarung, baju kokoh, kopyah dan sajadah melingkar gagah di pundaknya. “Aduh, lagi-lagi …. “ Aku malas untuk meneruskan kata-kataku dan melanjutkan menonton. “ Ayo Engki, pasang lagi petasannya!” Rengek seorang anak pada kakekku. Ya, kakekku atau yang akrab kami panggil Engki / Aki, memang sangat menyayangi anak kecil. Ia sering bertingk

Pesta Ultah Penuh Berkah

Pesta Ultah Penuh Berkah Oleh Mitha Juniar             “Ummi ayolah. Nisa mohon.” Nisa memeluk lutut ummi yang sedang asik menonton ceramah di TV. “Nisa, ulang tahun itu tidak harus dirayakan dengan cara seperti itu. Cukup dengan koreksi diri dan do’a orang-orang sekitar, sayang.” Jawab Ummi lembut. “Kenapa sih, Mi? Yulia saja boleh ulang tahunnya dirayakan besar-besaran. It’s sweet seventeen, Mi.” Nisa cemberut.             “Sayang, Yulia berbeda agama dengan kita. Mungkin agamanya memperbolehkan itu.” Kini Ummi menatap mata Nisa lekat-lekat. “Tapi Nisa tetap ingin ulang tahunnya dirayakan seperti Yulia.” Nisa melepas pelukannya dari lutut ummi dan berlari ke kamarnya. Gadis yang kini berusia 16 tahun itu sebelumnya memang dimanja oleh orang tuanya, terutama ayahnya. Tak heran jika Nisa sering meminta secara paksa. Kelakuannya masih seperti anak umur 7 tahun. Apa pun yang ia mau harus dipenuhi. Sudah berkali-kali Ummi dan ayah selalu menasehatinya agar merubah kelakuan kekanak-kanakka

Rival Kurang Pintar

Rival Kurang Pintar Oleh Mitha Juniar             Namanya Nia, tampangnya culun, rambut selalu dikuncir dua mirip bi Minah yang suka membantu mamah dirumah, rok yang dikenakannya menggantung seakan takut menyentuh tanah tapi tak mau terlihat ada apa dibaliknya, kacamata besar berwarna orange yang amat norak, ahh .. tak ada tampang juara kelas pokoknya. Tapi nyatanya dia adalah rivalku di kelas, seseorang yang selalu menyerempet nilai dan prestasiku. Meski prestasinya selama ini  selalu berada dibawahku, tapi aku cemas karena dia pintar cari muka dengan guru-guru disekolah. Hal inilah yang tak bisa kulakukan. Aku lebih suka bersaing dengan otakku dibanding curi simpatik orang lain, maaf aku tak mampu.             “Hari ini ulangan matematika ya ?” Tanya Ira padaku.             “Ya, semoga nilaiku bagus. Amin.” Jawabku masih asik dengan buku catatan yang kubolak-balik.             “Aku duduk dibelakang ya teman-teman.” Tiba-tiba Nia yang tak diajak bicara itu mengeluarkan suara.        

Harapan Untuk Sheli

Gambar
Harapan Untuk Sheli Oleh Mitha Juniar              Butiran bening nan basah itu terus mengguyur kampung halamanku sejak pagi tadi hingga matahari harus kembali ke peraduannya. Ku lihat Ibu tertidur di kamarnya, pasti ia kelelahan karena seharian bekerja. Sedangkan Ayahku belum pulang bekerja. Mungkin hari ini Ayah akan pulang hampir larut malam lagi seperti hari kemarin. Tak ada kegiatan dihari yang hujan seperti ini untukku. Aku lebih memilih merenung di kamarku. Aku terduduk miris dipinggir ranjang tempat tidurku memandang setiap mereka (baca:tetes hujan) yang mengalir lembut tepat di jendela kamarku. Ingatanku melayang ke masa lalu. Terbayang kembali saat aku kecil dulu, saat seragam pendidikanku itu masih berwarna putih-merah. Dalam bayanganku seorang anak perempuan berlari-lari menerobos hujan bersama dengan teman-teman sesama penari cilik lainnya. Mereka selalu riang berjalan pulang ke rumah dari tempat les menari. Ya, itu aku. Aku yang dulu gemar menari, aku yang dulu ingin sek

Dosa Dan Kotak Amal

Dosa Dan Kotak Amal Oleh Mitha Juniar             Aku yakin, kalian setuju dengan pendapatku bahwa di zaman sekarang ini ‘uang’ menjadi prioritas utama dalam menyambung hidup. Sedangkan benda itu – uang – sudah mulai sulit didapatkan. Kebutuhan semakin mencekik, pekerjaan pun seakan tak bersahabat. Apalagi untuk manusia macam aku yang tak punya tittle dibelakang namaku seperti layaknya orang-orang pintar disana. Jangankan untuk tittle dibelakang namaku, untuk mendapatkan selembar kertas ijazah sekolah dasar saja sangat sulit bagiku. Maklumlah, aku hanya terlahir dari rahim seorang buruh pabrik kecil-kecilan dan … ahh, entah aku punya bapak atau tidak. Aku harap tidak.             “Kenapa sih, aku bukan lahir dari orang kaya saja. Kan aku bisa sekolah sampai keluar negeri. Punya banyak uang untuk buka usaha dan lain-lain. Aduh, nasib .. nasib ..” Aku selalu mengeluh dengan apa yang terjadi dalam hidupku.             “Ridha, sini leh bantu ibu sebentar.” Teriakan ibu membuat lamunanku