Pesta Ultah Penuh Berkah

Pesta Ultah Penuh Berkah
Oleh Mitha Juniar
           
“Ummi ayolah. Nisa mohon.” Nisa memeluk lutut ummi yang sedang asik menonton ceramah di TV.
“Nisa, ulang tahun itu tidak harus dirayakan dengan cara seperti itu. Cukup dengan koreksi diri dan do’a orang-orang sekitar, sayang.” Jawab Ummi lembut.
“Kenapa sih, Mi? Yulia saja boleh ulang tahunnya dirayakan besar-besaran. It’s sweet seventeen, Mi.” Nisa cemberut.
            “Sayang, Yulia berbeda agama dengan kita. Mungkin agamanya memperbolehkan itu.” Kini Ummi menatap mata Nisa lekat-lekat.
“Tapi Nisa tetap ingin ulang tahunnya dirayakan seperti Yulia.” Nisa melepas pelukannya dari lutut ummi dan berlari ke kamarnya.
Gadis yang kini berusia 16 tahun itu sebelumnya memang dimanja oleh orang tuanya, terutama ayahnya. Tak heran jika Nisa sering meminta secara paksa. Kelakuannya masih seperti anak umur 7 tahun. Apa pun yang ia mau harus dipenuhi. Sudah berkali-kali Ummi dan ayah selalu menasehatinya agar merubah kelakuan kekanak-kanakkannya. Tapi nihil, Nisa belum juga bisa berubah. Umi dan ayah tetap sabar membimbingnya.
*****
           
Pagi hari di ruang makan.
“Nisa ngga mau sarapan, Ummi.” Kata Nisa kasar pada ummi yang sedang menyiapkan sarapan.
“Lho kenapa? Nanti lapar di sekolah. Sarapan sedikit saja, ya?” Ayah coba membujuk Nisa.
“Ayah, Nisa mau ulang tahun seperti Yulia. Sejak kecil Nisa belum pernah merayakan ulang tahun dengan pesta seperti itu. “ Nisa mulai merengek pada ayah yang memang selalu menuruti kemauan Nisa, lain halnya dengan Ummi yang membatasi segala hal yang berujung pemborosan.
“Nisa, ayo cepat dihabiskan makanannya!” Ummi memotong pembicaraan ayah dan Nisa.
Nisa hanya menghela nafas dan melahap sepotong roti yang sejak tadi diacuhkannya. Dan terus menunjukan wajah penuh pengharapan pada ayah, berharap ayah mau mengabulkan keinginannya. Selesai sarapan, Nisa dan ayah langsung berangkat menjalankan aktivitas seperti biasanya. Sedangkan ibu, akan sibuk dengan acara pengajian dirumah Bu Ustadzah Yuyun.
“Ayah bujuk Nisa ya, jangan dituruti kemauannya. Nisa sudah hampir 17 tahun, kita harus didik supaya ia dewasa.” Bisik Ummi pada Ayah sebelum ia beranjak dari kursi makannya.
            “Ya, pasti Ummi. Ayah berangkat ya. Assalamu’alaikum.”
            “Wa’alaikumsalam.” Ummi mencium tangan Ayah.
*****

            Sepanjang aktivitasnya, Ummi memikirkan bagaimana caranya agar ulang tahun Nisa bisa menjadi suatu proses awal kedewasaan untuk Nisa sendiri. Ummi tak mau jika Nisa bertambah dewasa kelak, kelakuannya masih seperti itu.
            Tiba-tiba saja telepon genggam Ummi berdering, Ummi segera menerimanya.
            “Assalamu’alaikum.” Sapa Ummi lembut.
            “Wa’alaikumsalam. Dengan Syifa, benar?” Tanya seseorang diseberang sana.
            “Ya, benar. Maaf ini dengan siapa?”
            “Ini Rima, Fa. Teman waktu SMA. Bagaimana kabarmu sekarang?”
            “Oh, Rima Nur’aini? Ya Allah, sudah lama tidak bertemu. Aku baik, kamu bagaimana ?”
            “Aku juga baik, sibuk apa kamu sekarang, Fa?”
            “Aku jadi ibu rumah tangga saja, Ma. Kamu?”
“Aku juga, tapi karena sampai saat ini aku belum juga dikaruniai seorang anak akhirnya aku dan suamiku memutuskan untuk membuka panti asuhan dirumah. Lumayan untuk mengobati rindu dengan anak yang tak kunjung Allah titipkan padaku.”
Ummi terdiam sebentar, ia berfikir sesuatu tentang panti asuhan dan Nisa. Ada terbesit ide yang menurutnya bisa men-charge kedewasaan Nisa. Segera ia utarakan ide itu pada sahabat lamanya, untunglah Bu Rima menyetujui dan bersedia membantu ide Ummi untuk ulang tahun Nisa.
Hampir seminggu Ummi mengerjakan dan mempersiapkan acara ulang tahun Nisa dibantu Ayah dan juga Bu Rima. Ayah dan Ummi berharap Nisa akan tersentuh dengan acara ini. Amin.
*****
Akhirnya hari yang ditunggu-tunggu tiba, hari ulang tahun Nisa. Tapi si pemilik hari justru terlihat bad mood dan terus cemberut.
“Nisa, selamat bertambah umur ya. Jadi anak yang sholehah dan berbakti pada kedua orang tua.” Ayah mencium kening Nisa.
“Satu lagi, diumur ke 17 ini semoga Nisa jadi remaja yang baik dan bisa berfikir dewasa.” Ummi menambahkan do’a untuk anak yang disayanginya itu.
“Terima kasih Ummi, Ayah. Walau pun ulang tahun Nisa tidak dirayakan.” Lagi-lagi Nisa memasang tampang sedih.
“Ikut Ummi dan Ayah yuk, sayang!” Ummi memegang tangan Nisa dan mengajaknya ke luar rumah. Ayah mengikuti dari belakang sambil terus tersenyum penuh harap.
*****
“Panti Asuhan Nur’aini? Untuk apa kita kesini Ummi?” Tanya Nisa saat turun dari mobil dan membaca papan nama didepan sebuah rumah yang ternyata adalah panti asuhan Bu Rima, teman Umminya.
“Ayo ikut.” Ummi lagi-lagi membuat Nisa penasaran.
Sampai didalam ruangan yang tak begitu besar, ternyata telah berkumpul cukup banyak anak-anak mulai dari yang lebih kecil dari Nisa hingga yang lebih besar darinya.
            Nisa terdiam sejenak,”untuk apa ini, Mi?”
            “Ayo duduk, mereka punya banyak cerita tentang ulang tahun, uang dan orang tua.” Jelas ayah.
            Nisa lagi-lagi terdiam memandang sekelilingnya, masih dalam kebingungan. Ia duduk diantara anak-anak yatim piatu lainnya. Mencoba melempar senyum, senyum tak mengerti.
Terlihat Bu Rima menyetel sebuah kaset, entah kaset apa. Nisa tak dapat melihat jelas karena memang jarak mereka sedikit berjauhan. Tapi yang Nisa tahu judul tayangan itu ‘Gejolak Duniawi’. Sebuah judul yang berat baginya. Nisa dan anak-anak lainnya memperhatikan tayangan itu dengan seksama. Tayangan yang menampilkan bagaimana perjuangan anak-anak putus sekolah, tayangan yang menyiratkan ketekunan dan ketabahan yang luar biasa, kedewasaan yang belum saatnya. Tak disadari bulir-bulir bening mulai membentuk anak sungai di pelupuk mata Nisa, begitu pun anak-anak yang lainnya.
            “Maafkan Nisa, Ummi. Nisa baru sadar, Nisa sudah besar. Sudah tak pantas meminta hal yang sangat kekanak-kanakan. Sedangkan mereka yang masih anak-anak dalam tayangan tadi saja bisa mengerti dengan keadaan orang tuanya, negara dan agamanya.” Ucap Nisa masih dalam sedu sedannya pada Ummi seusai menonton tayangan tadi.
            “Jadi ulang tahun tak mesti dirayakan seperti ulang tahunnya Yulia, kan?” Tanya Ummi membelai kepala Nisa dengan lembut.
            Nisa mengangguk. “Lebih baik saling berbagi seperti sekarang, kan Ummi? Belum tentu tahun besok Nisa naik umur lagi.”
            Ummi tersenyum seraya membantu Nisa membagikan makanan dan sedikit rezeki pada anak-anak kurang beruntung di panti asuhan Bu Rima. Menurut Nisa, ini adalah tahun dimana ia merasakan berkah pada hari ulang tahunnya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hati-hati! Anakku Galak Buk, Hikkksss

Pacaran?

Giveaway #diatasWaktuAkuMenemukamu