Cinta Itu Tumbuh Selamanya
Oleh Mitha Juniar
Sejak
umurku 5 tahun, tepatnya saat aku masuk Taman Kanak-Kanak sampai kini umurku 19
tahun, aku sudah tinggal dengan Mimi, panggilanku untuk nenek tercinta. Tapi,
itu bukan berarti aku sudah tak punya mamah. Wanita cantik yang telah
melahirkanku itu masih ada. Hanya saja nasibnya tak sebaik harapan kami. Mamah
mengidap tumor jinak dilehernya. Penyakit yang bersarang ditubuhnya itu membuat
ia tak bisa maksimal menjaga dan mengurusku. Sehingga aku harus ikut dengan
Mimi. Tapi meskipun begitu, kasih sayang Mamah tak pernah lepas untukku. Setiap
pagi dan malam menjelang tidur, pasti Mamah menghubungiku lewat telepon, hanya
sekedar mendengar ceritaku atau bercerita sebelum aku tertidur. Kasihnya memang
begitu terasa.
Beberapa bulan setelah aku merayakan
ulang tahunku yang ke 12 tahun, diketahui mamah hamil lagi, kira-kira sudah
empat bulan. Kasihan mamah dan calon adik ketigaku. Meski penyakit itu
digolongkan jinak, tapi kalau sedang kambuh pasti mamah terlihat sangat lemah.
Aku sering menangis saat menyaksikan itu. Papah yang sering kali panik ketika
mamah kesakitan, membuatku semakin takut jika aku sedang berkunjung ke rumahku
sendiri yang kini terasa asing.
Suatu hari aku mendengar kalau mamah
akan diopersi setelah melahirkan adikku. Itu berarti beberapa hari lagi, karena
perkiraan dokter, mamah akan melahirkan sekitar 4 hari lagi. Meskipun aku masih
kecil saat itu, tapi semua yang aku alami telah membuatku belajar banyak hal.
Setiap ikut Mimi sholat fardhu, aku selalu mendoakan. Mamah. Kata Mimi, ‘Allah
pasti akan mengabulkan do’amu, Tha.’ Aku yakin Mimi berkata sejujurnya.
Hari menegangkan itu pun tiba. Mamah
melahirkan seorang adik perempuan untukku. Tapi sayang, papah tak
memperbolehkanku izin sekolah untuk menemani mamah. Aku hanya menurut saja,
karena papah bilang saat mamah operasi pengangkatan tumornya, barulah aku boleh
menemaninya.
Singkat cerita… tibalah saatnya Mamah
dioperasi setelah dua hari melahirkan adikku dengan proses normal. Sebelum
suster menutup pintu ruang operasi aku sempat melihat Mamah yang terbaring siap
dioperasi. Tiba-tiba air mata jatuh basahi pipiku. Terlebih ketika aku melihat
papah dengan matanya yang basah, persis habis menangis. Terbayang ketika dulu
aku masih tinggal di rumah bersama mamah. Ia sering mengajariku mengaji,
membaca puisi, hingga bernyanyi. Saat-saat tertawa bersama Mamah menjadi hal
yang sangat aku rindukan sejak tak lagi satu atap dengannya. Ia wanita yang
sabar, kuat dan tabah terhadap kehidupannya. Tak pernah sedikit pun ia
menunjukan kesedihannya didepanku. Ia pintar membuatku selalu tertawa, ia
berhasil mendidikku menjadi anak yang ceria meski secara tak langsung. Oia,
Papah juga pernah bilang kalau aku adalah anak yang sangat diinginkannya. Setiap
hari aku hampir tak pernah lepas dari dekapannya, saking Mamah sangat
menyayangiku. Maka dari itu, Mamah tak pernah marah ketika tengah malam aku
membuatnya terbangun dengan lengkingan tangisku yang haus atau tak nyaman
dengan popok yang basah. Maaf ya, Mah… aku menyusahkanmu.
Kalau boleh aku meminta pada Tuhan,
aku ingin menggantikan posisi Mamah dengan penyakit tumornya. Atau bahkan
menukar nyawaku dengan penyakitnya. Agar ketika diakhirat kelak, aku bisa
memohon pada Tuhan agar Mamah juga ikut tinggal di Syurga bersamaku. Bukankah
jika balita meninggal, maka anak itu akan jadi penyelamat bagi orang tuanya?
Tapi Mamah bilang, kita tidak boleh putus asa dan mengeluh. Tuhan tidak memberi
cobaan diluar kemampuan hamba-Nya.
Aku amat merasakan betapa kasih
sayang dan cinta Mamah terus mengalir dalam darahku. Betapa ia mencintaiku,
apalagi dokter bilang beberapa kali Mamah memanggil namaku sesaat sebelum ia
dibius dan dioperasi. Tapi aku… aku belum memberikannya sesuatu yang membuatnya
bangga. Ayo Mah, bangkit. Izinkan aku untuk membahagiakanmu. Izinkan aku
berbakti padamu, lihatlah aku tumbuh menjadi gadis remaja penuh prestasi karena
cinta kasihmu.
Kini wanita nomor satu dihatiku itu
sedang berjuang melawan penyakitnya diruang operasi. Teringat semua kenangan
aku dan dirinya meski tak banyak. Ayo Mamah… berjuanglah! Disini aku terus
mendo’akanmu dan menawarkanmu kebahagiaan dimasa tuamu nanti. Tuhan… tolong
lancarkan operasinya, berikan ia kehidupan, agar aku bisa membalas budi
baiknya. Agar aku bisa menghabiskan waktuku bersamanya. Berikan aku kesempatan
berbakti padanya, Tuhan… aamiin.
Komentar
Posting Komentar